Sikap ksatria dapat diukur dari sejauh mana ia rela mengorbankan
kepentingan diri sendiri, keluarga dan golongannya demi kepentingan
masyarakat yang luas. Sikap ksatria juga dapat diukur dari sejauh mana
ia memikirkan dan menomor-satukan kepentingan masyarakat melampaui
kepentingan diri sendiri.
Pemimpin yang mempunyai sikap dan jiwa ksatria kini makin langka.
Pemimpin di negeri ini sekarang tidak segan-segan mengutamakan
kepentingan sendiri, keluarga dan golongannya, tanpa rasa risi. Bahkan
ia dapat melakukan semua itu dengan dalih mempertahankan dan membela
kebenaran. Oleh karena itu, di negeri ini sekarang terjadi perpecahan
antar umat beragama, antar aliran agama, antar kampung dan warga, antar
partai politik dan bahkan antar aparat keamanan. Pesimisme menghinggapi
masyarakat Indonesia saat ini. Mereka menunggu dan mencari pemimpin yang
dapat menjadi pengayom dan pejuang harkat hidup masyarakat yang telah
tersungkur di batas titik nadir. Sungguh sangat memprihatinkan.
Sepertinya sulit untuk mencari pemimpin yang kita idamkan.
Bung Karno telah membuktikan diri sebagai ksatria yang pernah
dimiliki bangsa ini. Di tengah konflik antar kekuatan politik dan
militer di tahun 1965, Bung Karno memilih menanggung segala kekerasan
politis, psikologis, bahkan fisik yang menimpa dirinya seorang diri. Dia
lebih mencintai kehidupan seluruh bangsa Indonesia daripada dirinya
sendiri. Sebagai pemimpin kharismatik, tentu Bung Karno memiliki
kemampuan untuk menggerakkan massa yang mendukung atau bersimpati
kepadanya untuk melawan kekuatan politik dan militer yang menghimpitnya.
Namun, Bung Karno benar-benar memilih menanggung segala kekerasan
yang menimpanya seorang diri, bahkan sampai ia wafatdalam kesendirian
yang sangat sepi. Bung Karno adalah pemimpin ksatria. Dia tidak ingin
mengorbankan kesatuan bangsa Indonesia hanya untuk ambisi pribadi. Dia
tidak ingin bangsa Indonesia terpecah belah karena sebagian dari rakyat
Indonesia yang mendukung dan bersimpati kepadanya berhadap-hadapan
dengan sebagian dari rakyat Indonesia yang melawannya.
(Sumber: Soekarno di Mata Bangsanya, Galang Press)
Browse » Home
Langganan:
Posting Komentar (Atom)

0 komentar:
Posting Komentar